Meninggikan derajat dengan ILMU





Meninggikan derajat dengan ILMU
Hai orang-orang yang beriman apabila dikatakan kepadamu: ‘Berlapang-lapanglah dalam majelis’, niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan:’ Berdirilah kamu’, maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat. Dan Allah Mahamengetahui apa yang kamu kerjakan” (Q.s. Al-Mujadilah [58]: 11)
M
UHAMMAD bin Ali al-Baqir mengatakan: “ satu orang berilmu yang megamalkan ilmunya lebih baik dari pada seribu ahli ibadah.”
            Ibnu Abas mengatakan: “ Mempelajari ilmu pada sebagian malam lebih aku sukai daripada menghidupkan seluruh malam dengan qiyamul lail.”
            Yang menjadi permasalahnnya sekarang adalah ilmu apa yang dimaksud Ibnu Abas tersebut?
            Ahmad bin Hambal menjawab pertanyaan tersebut. Menurut beliau, ilmu yang dimaksud adal ilmu yang bermanfaat bagi manusia dalam masalah-masalah agama. Mislnya, tentang ibadah shalat, puasa, zakat, wudhu, dan keluarga.
            Ali bin Abi Thalib pernah berkata, “Ada kelompok orang yang mebuat punggungku patah. Pertama, orang yang puas dengan kebodohannya. Kedua, orang alim yang mengamalkan ilmunya.
            Dengan demikian, sebenarnya orang-orang berilmu yang juga akan menghadapi siksaan yang lebih besar dari orang-orang yang bodoh. Ketika seorang aalim berbuat dosa, dosanya akan dilipatgAndakan. Sebab seorang jahil berbuat dosa karena ketidaktahuannya sedangkan seorang alim berbuat dosa dengan pengetahuannya.
            Betapa berharganya ilmu. Bahkan usaha untuk mencari ilmu jauh lebih dihargai daripada berzikir. Rasulullah pernah masuk ke dalam sebuaah majelis. Di majelis itu tampak dua kelompo k, yang pertama sedang berzikir sedang yang kedua sedang mempelajari ilmu. Rasulullah berkata, “Kelompok pertama adalah kelompok yang baik. Mudah-mudahan Allah mengampuni mereka. Dan kelompok yang kedua, mudah-mudahan Allah membimbing mereka ke jalan yang lurus.”
            Maksud Rasulullah di atas, merujuk pada ayat Al-Qur’an yang menyatakan bahwa salah satu tugas dibangkitkannya beliau sebagai Rasul ialah untuk mengajarkan ilmu.
            “Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul diantara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan mereka Andab dan Hikmah (as-Sunnah). Dan sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata. (Q.s. al-Jumu’ah [62]: 2)
            Orang sering mengatakan Islam adalah agama egaliter, agama yang menekankan persamaan. Kita tidak boleh membedakan orang karena kekayaan, keturunan, jabatan, atau asal-usulnya. Meskipun demikian, dalam Islam tetap ada yang harus “diistimewakann.” Al-Qur’an menegaskan bahwa dalam hal tertentu memang ada diskriminasi. Dalam hal ilmu, Anda tidak boleh memerlakukan sama diantara manusia.
            Bahkan Allah menegaskan beberapa kali dalam ayat-ayatn-Nya. “ Apakah sama orang yang berilmu dengan orang yang tidak berilmu?” (Q.s. az-Zumar [39]: 9). Pertanyaan ini bernada teoritis, artinya jawabannya sudah pastin tidak sama. Demikian pula pada ayat-ayat yang lain.
 “Apakah sama orang yang buta dengan orang yang dapat melihat?” (Q.s. al-An’am [6]: 50); “ Samakah gelap gulita dengan terang benderang?” (Q.s. al-Rad [13]: 16)
            Berulang kali Al-Qur’an menyebutkan bahwa tidak sama antara kebodohan dan ilmu. Kemuliaan dalam Islam terletak dalam ilmu. Karena itulah, Islam menunjukan keutamaan majelis ilmu dibandingkan majelis zikir, tetapi bukan berarti zikir tidak penting.
            Banyak hadis yang menyatakan tentang betapa pentingnya duduk bersama ulama, majelis-majelis pengajian yang disebut dengan taman-taman surga. Yang menyirami hati Anda dengan ilmu. Mengajak Anda ke jalan dengan hikmah, dan menentramkan langkah Anda dengan mau’izhatul hasanah-Nya. Maka hendaknya Anda bergaul dengan orang-orang yang bila Anda lihat, dapat mengingatkan Anda kepada Allah, menambah ilmu Anda dalam pembicaraannya, dan mengingatkan Anda kepada akhirat dari amal-amalnya.
            Kebahagiaan, kedamaian, dan ketentraman hati senantiasa berawal dari ilmu pengetahuan. Itu terjadi karena ilmu mampu menembus yang samar, menemukan sesuatu yang hilang, dan menyingkap yang tersembungi.




Komentar

Postingan Populer