Untuk Ayah



Mungkin Sama dengan Mu Sobat?

        Entah kegelisahan apa yang tengah dinda rasakan. Gusar malam yang tiba-tiba saja hadir. Ayah entah kapan saatnya engkau bisa membaca tullisan ini, karena aku terlalu malu untuk menyampaikan langsung padamu. Rindu, rasa itu yang senantiasa hadir di dalam hati namun terlalu kaku untuk sekedar ku ungkapkan. Cinta, terlalu besar untuk bisa digambarkan, terlalu malu aku untuk sekedar mengatakan.

        Ayah, meski nasihatmu lebih sering membuatku kesal tetapi kemarahanmu yang membuat aku menyesal. Aku tumbuh dari kasihmu. Aku sampai detik ini masih hidup dalam kerja kerasmu. Tak lagi peduli dengan legamnya kulit, dengan rentanya usia, dan dengan gemetarnya tangan mengayuh kehidupan. Perjalananmu telah berjarak panjang, semua rasa kehidupanpun sudah terlewat engkau cicipi. Petuah yang senantiasa engkau sampaikan saat mata mulau merajuk untuk terpejam. “Bersyukurlah untuk masalah-masalah yang engkau hadapi, karena dari masalah itulah kamu bertumbuh”.

        Ayah, kisahmu terlalu panjang untuk ku abaikan, terlalu indah untuk dilupakan, dan terlalu berharga untuk aku abaikan. Sungguh, tiada terkira. Pengorbanan terindah, mungkin kamu adalah laki-laki tercuek yang pernah ku temui. Namun, dibalik itu semua engkaulah laki-laki yang paling mencintai ibuku, mencintai kakakku, mencintai adikku dan mencintaiku. Sikapmu dingin, tetapi kasihmu begitu hangat. Sikapmu keras, namun sayangmu begitu lembut. Bicaramu tinggi, namun cintamu tulus. Ayah, suatu saat nanti saat masa memisahkan kita. Akan ada banyak kisah yang bisa aku dan engkau kenang. Goresan penaku pada buku-buku harian di kamar itu, yang tersimpan rapi, yang engkau dan yang lain tak pernah tahu. Suatu saat engkau harus membukanya, begitupun dengan catatan-catatan hasil tari jemariku.

        Gradasi warna pelangi seolah terkalahkan oleh gradasi hidup yang engkau goreskan dalam masaku hingga kini. Meski terpaut jarak dan waktu, jarang mendengar suaramu apalagi saksikan wajahmu yang semakin renta. Doa yang kau titipkan padaNya telah sampai padaku, dan begitupun harapku agar doa yang ku titipkan jua telah sampai padamu. Ayah, rinduku membuncah, lepas, dan melangit. Kiranya sempat masih Dia hadirkan untukku bersua denganmu esok. Maka jangan biarkan aku malu berkata, malu berucap bahwa aku mencintaimu, bahwa aku menyayangimu.
Sahabat, apakah ini sama denganmu??

        Kau boleh menjadi orang hebat, kau boleh menjadi orang yang sukses. Tapi, ketahuilah semua itu jua karena doa, keridhoan bapak dan ibu. Kau boleh sibuk dengan kegiatan kkuliah di kampus, boleh juga sibuk dengan aksi aksi turun ke jalan yang katanya aspirasi dan membela kepentingan rakyat, tapi tetap engkau adalah seorang anak dari ibu dan bapakmu. Tahu kah, dari 24 jam yang kau punya seringkali tak tersisa untuk mereka, bahkan bertanya kabarpun seling terlewat. Di sana, mereka yang jauh darimu hanya bisa bertanya-tanya ‘apakah anakku sudah makan’, beberapa kali hendah bertanya lewat sms atau bahkan telpon, lagi-lagi mereka terlalu takut, takut jikalau mereka akan mengganggu belajar dan kegiatan kampusmu. Sebesar itu harapannya, kita belajar di rantau orang, tak main-main tengah memikul amanah dan harapan kedua orang tua.

        Boleh jadi aktivis organisasi, boleh jadi aktivis dakwah, tapi jangan pernah lupakan mereka. Jangan pernah anggap ringan rasa rindu mereka. Dibalik kehidupanmu yang berhasil, selalu ada ibu bapak luar biasa yang menghantarkanmu hingga ke sana. Jangan lagi abaikan SMSnya, meski hal sepele yang ia tanyakan namun begitu membahagiakan ketika kamu menjawabnya, entah sesederhana apapun kata yang kau tuliskan. Jangan abaikan telpon darinya, sesingkat apapun waktumu berbicara dengannya, satu hurup kata yang kamu ucapkan sudah sangan membuatnya tersenyum lega. Kerinduannya tak khayal membuatnya begitu sedih, apalagi berhari-hari tak ada kabar. Berbulan-bulan tak pernah pulang.

Sahabat,
        Cinta yang paling tulus, kasih yang paling ikhlas.. Allah karuniakan pada mereka untuk kemudian diberikan untuk kita. Jangan disiakan, sebelum PENYESALAN menjadikan kita manusia tanpa daya. Hanya ada rasa bersalah yang menjadi hantu di siang dan malam kita. Kita tak tahu, apakah esok masih dapat saksikan mereka atau mereka saksikan kita. Kita tak tahu apakah kita dan mereka masih diberi waktu untuk bersua. Tiada yang menjamin, satu detik ke depan segalanya bisa saja terjadi dan berubah.



To be Continued
Best Regard
Resti
Yogyakarta


Komentar

Postingan Populer